Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan


 

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Ada Apa Rulya Br. Siahaan Menangis Histeris Di Kantor BPN Medan.

Kamis, 23 Februari 2023 | 06.23.00 WIB | 0 Views Last Updated 2023-02-23T14:23:10Z


MEDAN-TURANGNEWS.COM.

Rulya Br. Siahaan tak henti-hentinya berteriak sambil menangis di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Medan, pada Rabu siang.(22/02/2023)


Ia meneriaki Presiden RI, Joko Widodo, agar membantu dirinya selaku ahli waris, yang tengah berjuang menuntut tanah almarhum Jamuda Tampubolon, yang kini terdaftar sebagai aset Pemko Medan.


Tanah yang dimaksud adalah seluas sekitar 250.000 m2 yang terletak di Jalan Karya wisata, Kelurahan Pangkalan Masyhur, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan, Sumatera Utara, atau yang kini dikenal Taman Cadika Pramuka Medan Johor.


"Pak Jokowi, Pak Jokowi, tolong kami Pak Jokowi, tolong Pak", teriak Rulya. Ia tak sendiri, juga ditemani putra dan putrinya, keluarganya dan juga Kuasa Hukum, Enni Martalena Pasaribu SH MH MKn dari Kantor Advocat Ray Sinambela SH & Partner, Jalan Sei Galang Nomor 10 Medan.


Sambil beteriak-teriak, Rulya dan keluarganya juga membentangkan kertas bertuliskan di antaranya, "Tanah Taman Cadika Bukan Milik Pemko Medan, "Batalkan HPL Pangkalan Mansyur atas Pemko Medan".


Aksi Rulya dan keluarganya itu merupakan buntut dari tidak berhasilnya perjuangan mereka di Kantor BPN Medan. Menurut Rulya, harusnya BPN Medan tinggal melaksanakan perintah eksekusi pengadilan saja.

Kuasa Hukum Enni Martalena Pasaribu mengatakan Jamuda Tampubolon telah dinyatakan secara sah demi hukum atas kepemilikan tanah itu melalui putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan No. 35/G/2000/PTUN-MDN tanggal 28 Agustus 2000.


Adapun Putusan PTUN Medan 28 Agustus 2000 itu sekaligus membatalkan terbitnya Sertifikat Hak Pengelolaan Nomor: 1/- Pangkalan Masyur, yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Kota Medan kepada Pemko Medan.


"Karena memang tanah itu dimiliki Jamuda Tampubolon. Alas hak yang diperoleh pemilik tanah terlebih dahulu adalah surat berupa keterangan nomor: 73/MDT/1967 tertanggal 26 agustus 1967 yang disetujui oleh Asisten Wedana Kecamatan Deli Tua", jelas Enni Martalena.


Begitu juga atas segala upaya hukum yang dilakukan Pemko Medan dan Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Medan menolak putusan PTUN Medan 28 Agustus 2000 itu, jelas Enni Martalena, juga sudah ditolak pengadilan.


Penolakan itu ditegaskan Enni Martalena berdasarkan putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 42 PK/TUN/2004 tanggal 15 Juni 2005, dimana selanjutnya pada 1 Maret 2006, PTUN Medan mengeluarkan surat Perintah Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) PTUN Medan.


"Nah harusnya surat perintah eksekusi PTUN Medan tahun 2006 itulah yang dilaksanakan BPN Medan. Namun sampai saat ini, sudah 16 tahun, BPN Medan, tak kunjung mengeksekusinya," jelas Enni Martalena.


Sebelumnya kepada ahli waris dan penasehat hukum, Kepala Seksi 5 BPN Medan, Elsa, menyebutkan BPN tidak bisa menjalankan perintah eksekusi PTUN Medan tahun 2006 itu.


Alasannya, kata Elsa, karena belum ada penghapusan aset dari Pemko Medan terkait Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Nomor: 1/Pangkalan Mansyur tertanggal 31 Mei 1994 atas nama Pemerintah Daerah Kotamadya Medan.


"Kami tidak akan dapat menjalankan Putusan PTUN tersebut karena belum ada penghapusan aset dari Pemko, silahkan jumpai Pemko untuk mempertanyakan hal itu", terang Elsa singkat sembari membacakan dasar peraturan yang menjadi alasan mereka tersebut.


"Sesuai pasal 39 harus ada penghapusan aset terlebih dahulu, dan ibu harus ke pemko dulu. Harus ada penghapusan aset dulu. Kalau mereka (pemko-red) melakukan penghapusan, kita akan membatalkan. Kami hanya bisa katakan 'tidak bisa' melakukan penghapusan aset kalau dari pemko tidak ada perintah penghapusan", terang Elsa lagi.


Mendapat penjelasan tersebut, Kuasa Hukum Enni Martalena menolaknya. Menurutnya, bukan kapasitas ahli waris yang menemui Pemko Medan untuk meminta penghapusan aset. 


"Itu adalah tugasnya BPN Medan untuk mempertanyakan itu. Apakah putusan ini tidak diakui. Putusan ini sudah inkrah dan berkekuatan hukum tetap yang dikeluarkan langsung oleh negara", katanya.


Meskipun mendapat banyak perdebatan, Elsa tetap pada alasannya. "Sudah ya Bu, kami tetap mengacu kepada undang undang perdata, selamat sore", katanya sambil berlalu. 


Akibat tidak puas atas keterangan yang diberikan, Rulya Br Siahaan pun menjerit dan meminta keadilan. Dia mengaku sejak tanahnya yang saat ini dikenal dengan Taman Candika Pramuka Medan Johor itu dikuasai Pemko Medan, dirinya bersama anak-anak dan keluarganya tidak lagi memiliki tempat tinggal, namun menumpang di rumah kuasa hukum.(Red/Joe)

×
Berita Terbaru Update